Runyam
“Runyam, runyam..” seruku. Aku tergopoh-gopoh berlari kepadaNya.
“Ada apa lagi?” tanyaNya. Sesungging senyum terlihat di wajahNya melihat aku terlihat sewot seperti ini.
“Saya sudah membuat rencana B, menyikapi suatu keadaan. Ternyata tiba-tiba kasak kusuk membuahkan suatu keputusan, dan semua rencana dan kesiapan mental yang sudah saya bangun pun buyar ”
Ia memandangku. Hening. Kutatap wajahNya. Menunggu perkataanNya.Sorot mataNya memandang jauh ke depan. Mungkin Ia sudah tahu apa yang terjadi di belakang layar.
“Bicaralah” kataku.
Ia memandangku. Ada duka di mataNya.
“Engkau mencintaiku? Dalam suka dan duka, dalam untung dan malang?”. Aku heran dengan pertanyaanNya. Tentu saja aku mencintaiNya dalam keadaan apapun. Aku menganggukkan kepala.
“Termasuk kala banyak kekecewaan atau kerikil tajam menghujam kakimu?”. Aku kembali mengangguk.
“Berjalanlah dengan lapang dada. Aku menyertaimu” kataNya singkat. Dengan berat aku beringsut mundur. Hari ini tidak ada keriangan pada wajahNya. Apakah karena Ia tahu aku harus banyak mengalami kekecewaan dan kekecewaan? Mungkin Ia tahu, berat jalan yang akan aku tempuh?
“Hari ini saya tidak melihat keriaan di wajahMu. Mengapa?”
Ia tidak menjawab. Ia hanya memberikan berkatNya lama, bersama sebuah doa yang Ia lantunkan dalam hatiNya.
“Jadilah sabar sekaligus kuat” bisikNya.
#Ia memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar