Bacaan dari Kitab Yehezkiel (12:1-2)
"Berjalanlah seperti orang buangan di depan mereka pada siang hari."
Tuhan bersabda kepadaku, “Hai anak manusia, engkau tinggal di tengah-tengah kaum pemberontak. Mereka mempunyai mata, tetapi tidak melihat. Mereka mempunyai telinga, tetapi tidak mendengar, sebab mereka itu kaum pemberontak.
Maka engkau, hai anak manusia, siapkanlah bagimu barang-barang seperti seorang buangan, dan berjalanlah seperti orang buangan di hadapan mereka pada siang hari. Berangkatlah dari tempatmu sekarang ini ke tempat lain seperti seorang buangan di depan mata mereka. Barangkali mereka akan insyaf bahwa mereka adalah kaum pemberontak.
Bawalah barang-barangmu itu ke luar seperti barang-barang seorang buangan pada siang hari di depan mata mereka. Dan engkau sendiri harus keluar pada malam hari di depan mata mereka, seperti seseorang yang harus keluar dan pergi ke pembuangan.
Di depan mata mereka buatlah sebuah lubang, dan keluarlah dari situ. Di depan mata mereka taruhlah barang-barangmu di atas bahumu, dan bawalah itu ke luar pada malam gelap. Engkau harus menutupi mukamu, sehingga engkau tidak melihat tanah. Sebab Aku membuat engkau menjadi lambang bagi kaum Israel.”
Lalu kulakukan seperti diperintahkan kepadaku: Aku membawa pada siang hari barang-barang seperti perlengkapan seorang buangan, dan pada malam hari aku membuat lubang di tembok dengan tanganku; pada malam gelap aku ke luar dan di hadapan mata mereka aku menaruh barang-barangku ke atas bahuku.
Keesokan harinya turunlah sabda Tuhan kepadaku, “Hai anak manusia, bukankah kaum Israel, kaum pemberontak itu bertanya kepadamu, ‘Apakah yang kaulakukan ini?’ Katakanlah kepada mereka, beginilah sabda Tuhan Allah, ‘Ucapan ilahi ini mengenai raja di Yerusalem dan seluruh kaum Israel yang tinggal di sana’.
Katakanlah, ‘Aku menjadi lambang bagimu. Seperti yang Kulakukan ini, begitulah akan berlaku bagi mereka; sebagai orang buangan mereka akan pergi ke pembuangan. Dan raja mereka akan menaruh barang-barangnya ke atas bahunya pada malam gelap, dan akan pergi ke luar. Orang akan membuat sebuah lubang di tembok supaya baginya ada jalan ke luar, ia akan menutupi mukanya supaya ia tidak melihat tanah itu’.”
Mazmur Tanggapan
Janganlah kita melupakan karya-karya Allah.
Ayat. (Mzm 78:56-57.58-59.61-62)
1. Mereka mencobai dan memberontak terhadap Allah, Yang Mahatinggi, dan tidak berpegang pada peringatan-peringatan-Nya, mereka murtad dan berkhianat seperti moyang mereka, mereka menyimpang seperti busur yang tak dapat dipercaya.
2. Mereka menyakiti hati Allah dengan mendirikan bukit-bukit pengurbanan, membuat Dia cemburu karena patung-patung pujaan mereka. Mendengar hal itu, Allah menjadi geram, Ia menolak Israel sama sekali.
3. Ia membiarkan andalan-Nya tertawan, membiarkan kebanggaan-Nya jatuh ke tangan lawan; Ia membiarkan umat-Nya dimangsa pedang, dan murkalah Ia terhadap milik pusaka-Nya.
Bait Pengantar Injil
Alleluya, alleluya
Ayat. (Mzm 119:135)
Sinarilah hamba-Mu dengan wajah-Mu, dan ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku.
Inilah Injil Suci menurut Matius (18:21 - 19:1)
"Aku berkata kepadamu, 'Bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali kalian harus mengampuni."
Sekali peristiwa datanglah Petrus kepada Yesus dan berkata, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadapku? Sampai tujuh kalikah?”
Yesus menjawab, “Bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
Sebab hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta.
Tetapi karena orang itu tidak mampu melunasi utangnya, raja lalu memerintahkan supaya ia beserta anak isteri dan segala miliknya dijual untuk membayar utangnya.
Maka bersujudlah hamba itu dan menyembah dia, katanya, “Sabarlah dahulu, segala utangku akan kulunasi.”
Tergeraklah hati raja oleh belas kasih akan hamba itu sehingga hamba itu dibebaskannya, dan utangnya pun dihapusnya.
Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berutang seratus dinar kepadanya. Kawan itu segera ditangkap dan dicekik, katanya, “Bayarlah utangmu!”
Maka sujudlah kawan itu dan minta kepadanya, “Sabarlah dahulu, utangku itu akan kulunasi.” Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya ke dalam penjara sampai semua utangnya ia lunasi.
Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih, lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja memerintahkan memanggil orang itu dan berkata kepadanya, “Hai hamba jahat! Seluruh utangmu telah kuhapuskan oleh karena engkau memohonnya. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” Maka marahlah tuannya dan menyerahkan dia kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh utangnya.
Demikian pula Bapa-Ku di surga akan berbuat terhadapmu, jika kalian tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu. Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya berangkatlah Ia dari Galilea, dan tiba di daerah Yudea, di seberang Sungai Yordan.
Demikianlah Sabda Tuhan.
Renungan:
“Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadapku? Sampai tujuh kalikah?”
Yesus menjawab, “Bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
Inilah perintah Tuhan Yesus yang bagi saya sangat berat untuk dilakukan. Mengampuni tujuh puluh kali tujuh kali? Sedang sekali saja, perasaan hati kita masih kesal dan akan terus mengingat-ingat perbuatannya.
Tapi itulah perintah Tuhan. Perintah yang menuntut mati raga dan rasa. Apakah Tuhan Yesus tidak mengerti suasana hati kita saat suatu tindakan yang salah dilakukan berulang-ulang? Kesal, kecewa, marah, dls.
Tapi itulah perintah Tuhan. Perintah untuk menanggalkan segala sisi duniawi kita. Perasaan, kenikmatan, kelekatan, dan lain sebagainya. Mungkin baik bila kita memandang dunia dengan segala permasalahannya dengan hambar saja. Maksudnya tidak perlu sampai larut perasaan.
Bila kita marah, kecewa, dan tidak mau mengampuni, maka bisa timbul kebencian dan dendam. Bisa timbul niat membalas, maka permasalahan hanya akan semakin meruncing dan tajam. Nasehat Yesus baik, sangat baik, mengampuni, memaafkan, agar dalam diri kita tidak timbul dendam dan kebencian. Mampukah kita? Tuhan Yesus yang akan memampukan dan mendamaikan hati kita.
Seperti kisah Santa Klara yang kita peringati pada hari ini.
Di sebuah kapel kecil di luar kota Asisi, Klara mempersembahkan dirinya kepada Tuhan. Santo Fransiskus menggunting rambutnya dan memberinya sehelai jubah coklat kasar untuk dikenakannya. Untuk sementara waktu, Klara tinggal bersama para biarawati Benediktin hingga biarawati lainnya bergabung dengannya. Orang tua Klara mengupayakan segala usaha untuk membawanya pulang ke rumah, tetapi Klara tidak mau kembali. Tak lama kemudian Agnes, adiknya yang berusia 15 tahun, bergabung dengannya. Para gadis yang lain pun ingin pula menjadi pengantin Kristus. Dalam waktu singkat, terbentuklah suatu komunitas religius kecil.
Klara dan para biarawati menjalani pola hidup asketis yang ketat. Mereka tidak mengenakan sepatu, tidak pernah makan daging, tinggal di sebuah rumah sederhana, dan hidup dalam keheningan serta tidak berbicara hampir sepanjang waktu. Namun demikian, para biarawati itu amat bahagia karena mereka merasa Yesus dekat dengan mereka.
Suatu ketika, sepasukan tentara yang beringas datang untuk menyerang Kota Asisi. Mereka telah merencanakan untuk menyerang biara terlebih dahulu. Meskipun sedang sakit parah, Klara minta untuk dibopong ke altar. Ia menempatkan Sakramen Mahakudus di tempat di mana para prajurit dapat melihatnya. Kemudian, Klara berlutut serta memohon kepada Tuhan untuk menyelamatkan para biarawati. “Ya Tuhan, sudilah melindungi para biarawati yang saat ini tidak dapat aku lindungi,” doanya. Suatu suara dari hatinya terdengar berbicara: “Aku akan selalu menempatkan mereka dalam perlindungan-Ku.” Bersamaan dengan itu, suatu kegentaran hebat meliputi para prajurit dan mereka segera lari pontang-panting.
Klara menjadi priorin, atau pemimpin, di biaranya selama 40 tahun. Dua puluh sembilan tahun dari masa itu dilewatkannya dengan menderita sakit. Meskipun demikian, Klara mengatakan bahwa Ia penuh sukacita sebab Ia melayani Tuhan. Sebagian orang khawatir para biarawati tersebut menderita sebab mereka teramat miskin. “Kata mereka kita ini terlalu miskin, tetapi dapatkah suatu hati yang memiliki Allah yang Mahakuasa sungguh-sungguh miskin?” merupakan tanggapan Klara terhadap kekhawatiran orang lain.
Santa Klara wafat pada tanggal 11 Agustus 1253. Dua tahun kemudian, Ia dinyatakan kudus oleh Paus Alexander IV. (Katakombe.Org)
Saat hanya Tuhan saja yang mengisi hati, maka tidak ada perkara-perkara duniawi yang sanggup mengalahkan sukacita dari Tuhan pada kita.
Action:
v Belajar mengampuni dan mengampuni.
Doa:
Tuhan Yesus, mampukanlah aku untuk selalu mengampuni. AMin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar