Sumber: https://phkplg.wordpress.com/
St.Agnes hidup pada masa Gereja Perdana, yaitu masa
ketika orang-orang Kristen mengalami penindasan serta penganiayaan yang kejam
dalam pemerintahan bangsa Romawi. Ia wafat sebagai martir sekitar tahun 304 -
305 dalam pemerintahan Kaisar Diocletian. Usia Agnes pada waktu itu baru 13
tahun. Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang ada mengenai St. Agnes, ia
amat populer. Hal ini terutama karena St. Ambrosius serta para kudus Gereja lainnya
banyak menulis tentangnya.
Agnes seorang gadis remaja yang cantik jelita dan
berasal dari keluarga kaya. Banyak pemuda bangsawan Romawi terpikat padanya;
mereka saling bersaing agar dapat memperisteri Agnes. Tetapi Agnes menolak
mereka semua dengan halus dan mengatakan bahwa ia telah mengikatkan diri pada
seorang Kekasih yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Procop, putera
Gubernur Romawi, termasuk salah seorang di antara para pemuda yang amat marah
dan merasa terhina oleh penolakan Agnes. Mereka melaporkan Agnes kepada
Gubernur dengan tuduhan pengikut Kristus.
Pada mulanya Gubernur bersikap ramah serta lembut
kepadanya. Ia menjanjikan harta serta kedudukan jika saja Agnes mau menyangkal
imannya dan menikah dengan Procop. Agnes menolak, berkali-kali diulanginya
pernyataannya bahwa ia tidak dapat memiliki mempelai lain selain dari Yesus
Kristus. Karena pernyataannya itu, Agnes diseret ke depan mezbah berhala dan
diperintahkan untuk menyembahnya. Bukannya menyembah berhala, Agnes malahan
mengulurkan tangannya dan membuat Tanda Salib, tanda kemenangan Kristus.
Gubernur kemudian memperlihatkan kepadanya api penyiksaan, kait besi,
serta segala macam alat penyiksa lainnya, tetapi gadis muda itu tetap
tabah dan tidak gentar sedikit pun.
Karena Agnes tetap keras kepala, Gubernur mengancam
akan mengirim Agnes ke rumah pelacuran. Tetapi Agnes menjawab, “Yesus Kristus
amat pencemburu, Ia tidak akan membiarkan kemurnian para mempelainya dicemarkan
seperti itu. Ia akan melindungi dan menyelamatkan mereka.”
Katanya lagi, “Kalian dapat menodai pedang kalian
dengan darahku, tetapi kalian tidak akan pernah dapat menodai kesucian tubuhku
yang telah kupersembahkan kepada Kristus.”
Gubernur amat marah mendengar perkataannya itu. Ia
memerintahkan agar Agnes, saat itu juga, dikirim ke rumah pelacuran dengan
perintah bahwa semua orang berhak menganiayanya sesuka hati mereka. Orang
banyak datang untuk menyaksikan peristiwa itu. Tetapi, ketika melihat pancaran
sinar wajah Agnes yang kudus dan agung serta sikapnya yang tenang, penuh
kepercayaan kepada Kristus yang melindunginya, orang banyak itu takut dan tidak
berani mendekat.
Seorang pemuda tampil dan berusaha mengganggu Agnes.
Pada saat itu juga, dengan kilat yang dari surga, pemuda itu tiba-tiba menjadi
buta dan jatuh ke tanah dengan tubuh gemetar. Teman-temannya dengan ketakutan
membopongnya serta membawanya kepada Agnes yang kemudian menyanyikan lagu
puji-pujian kepada Kritus, sehingga pemuda itu dapat melihat serta sehat
kembali.
Gubernur amat murka dan menjatuhkan hukuman mati
pada Agnes. Algojo mendapat perintah rahasia untuk dengan segala cara membujuk
Agnes, tetapi Agnes menjawab bahwa ia tidak akan pernah menyakiti hati Mempelai
Surgawi-nya. Orang banyak menangis menyaksikan seorang dara yang lembut dan
jelita dengan belenggu dan rantai yang terlalu besar bagi ukuran tubuhnya yang
kecil, digiring ke tempat hukuman mati. Ia terlalu muda untuk memahami arti
kematian, namun demikian ia siap menghadapinya tanpa gentar sedikit pun.
Sesungguhnya, Agnes diliputi sukacita yang besar karena ia akan segera
diperkenankan menyongsong mempelainya. Sama sekali tidak dihiraukannya ratap
tangis mereka yang memohonnya untuk menyelamatkan nyawanya.
“Aku tidak akan mengkhianati Mempelai-ku dengan
menuruti keinginan kalian,” katanya, “Ia telah memilihku dan aku adalah
milik-Nya.” Kemudian Agnes berdoa, membungkukkan badannya untuk menyembah
Tuhan, dan segera menerima hujaman pedang yang menghantarkan jiwanya yang suci
kepada kekasihnya. Agnes telah mempertahankan kemurniannya dan memperoleh
mahkota martir di surga.
Jenazah Agnes disemayamkan di pemakamam keluarga di
Via Nomentana dekat kota Roma. Kurang lebih lima puluh tahun kemudian, yaitu
pada tahun 354, Kaisar Konstantin Agung mendirikan sebuah gereja besar di
tempat itu. Tubuh Agnes disemayamkan di bawah altar Gereja. Pada abad ketujuh,
gereja itu kemudian dipugar, diperbesar serta diperindah dan sekarang dikenal
sebagai Basilika St. Agnes.
Selama berabad-abad, setiap tahun sekali, yaitu pada
pesta St. Agnes (21 Januari), dua anak domba tak bercela dipersembahkan dan
diberkati di Basilika St Agnes. Kemudian kedua anak domba itu dipelihara oleh
para biarawati Benediktin dari Santa Cecilia di Trastevere hingga hari Kamis
Putih, yaitu pada saat mereka digunting bulunya. Dari bulu mereka dibuatlah 12
pallium yaitu semacam stola istimewa yang dikirimkan kepada Bapa Suci. Bapa
Suci memberikan pallium tersebut kepada para Uskup Agung yang mengenakannya
sebagai lambang anak domba yang digendong oleh Gembala Yang Baik.
Sumber:
katakombe.org/para-kudus/january/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar